ABORSI: Dalam perspektif Hukum di Indonesia dan Kesehatan

Photo by Emma Guliani: https://www.pexels.com/photo/people-woman-street-new-york-12292121/

Abortus Provocatus atau yang lebih umum dikenal dengan Aborsi dalam Kbbi memiliki arti pengguguran kandungan. Aborsi merupakan Tindakan medis yang dapat menghentikan kehamilan.  Dalam Black’s Law Dictinoary Aborsi atau Abortion dalam bahasa inggris mengartikan sebagai berikut: “The spontaneous or artificially induced expulsion of an embryo or featus. As used in legal context refer to induced abortion”. Yang mengartikan bahwa aborsi merupakan perbutan spontan atau bukan secara alami untuk mengeluarkan embrio atau fetus yang dilakukan dengan sengaja dan terjadi karena adanya campur tangan manusia. Mudahnya Abortus Provocatus adalah sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim perempuan hamil.

Dalam segi medis, menurut Taber dalam bukunya yang berjudul Manual of Gynecologic and Obstetric Emergencies, Abortion is the term implied to all pregnancies that terminate before the period of fetal viability that is terminate before the fetal weight 500 grams. In absence of known weight, the estimated length of gestastion of less than 20 completed weeks (139 days, caculated from the first day of the last normal menstruation period) may be used. Aborsi adalah suatu Tindakan menggugurkan kandungan sebelum janin mencapai 500 gram. Dalam hal apabila tidak diketahui berat dari janin maka digunakan perhitungan lama kehamilan yakni kurang dari 20 minggu (139 hari terhitung sejak hari pertama dari waktu menstruasi terakhir). The World Health Organization pada tahun 1993 juga mengatakan hal yang sama dalam hal membatasi bahwa batas terendah kandungan bisa hidup diluar kandungan adalah usia kandungan 22 minggu atau berat 500 gram atau panjang dari kandungan  25 cm untuk dapat dikatakan sebagai bayi dan dari usia tersebut bukanlah merupakan aborsi.

Tercatat bahwa 1 dari 4 perempuan yang hamil melakukan aborsi.  25 Juta orang di dunia melakukan aborsi illegal setiap tahun.

Apabila dilakukan oleh tenaga medis yang tersertifikasi dan didukung dengan alat medis yang memadai, aborsi adalah prosedur medis yang sangat aman dilakukan dan aman bahkan lebih aman dibanding proses melahirkan.

Faktanya menkriminalisasi kan aborsi tidak menghentikan Tindakan aborsi, melainkan hanya membuat Tindakan aborsi menjadi lebih tidak aman.

Kematian yang terjadi akibat aborsi yang illegal sangat dapat dicegah, justru kematian yang diakibatkan Tindakan medis aborsi illegal banyak terjadi di negara yang melarang sama sekali atau dengan aturan terbataslah banyak perempuan yang meninggal akibat Tindakan aborsi diakibatkan karena kehamilan yang tidak diinginkan.

Hanya dengan ketentuan tertentu maka aborsi yang legal dapat dilakukan sedangkan yang tidak termasuk ketentuan tersebut memilih jalan untuk melakukan aborsi yang ilegal

Namun dalam prosesnya menggugurkan kehamilan bukanlah suatu Langkah medis yang mudah selain perbuatan aborsi itu sendiri dilarang oleh Hukum, khususnya Hukum di Indonesia. Di belahan dunia lain mungkin sudah banyak Gerakan-gerakan yang ingin melegalkan aborsi. Mereka beralasan bahwa janin di dalam kandungan masih belum bisa menentukan sesuatu dalam hidupnya dan aborsi merupakan Hak atas perempuan atas tubuhnya. Bahkan terdapat argumen yang menyatakan aturan tersebut membatasi hak yang berlandaskan perbedaan gender. Ini merupakan berita yang cukup hangat karena putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat menganulir hak aborsi tahun 1973 yang dikenal sebagai kasus Roe – Wade dan telah di memberikan hak kepada negara bagian untuk mengatur sendiri bagaimana pertauran aborsi dinegara bagiannya masing masing untuk perempuan dapat melakukan aborsi setelah kasus Dobbs v Jackson Women’s Health pada tahun 2022.

Fakta dalam kasus[1]

Kasus ini berkaitan dengan Peraturan usia kehamilan di Missisipi tahun 2018, yang melarang melakukan aborsi setelah 15 minggu kecuali adanya darurat medis atau terdapat keadaan abnormal di janin. Dalam aturan tersebut bakan membrikan hukuman terhadap lisensi bagi pelaku yang melakukan aborsi tersebut. Dengan adanya aturan ini Jackson Womens health organization melayangkan gugatan ke Pengadilan dan menguji materiil tentang adanya aturan terebut. Thommas Dobbs sebagai pemohon petugas Kesehatan Mississipi mengajukan permohonan kepada Supreme Court untuk menguji apakah seluruh aturan yang sebelumnya mengenai aborsi inskonstitusional.

Argumen dalam Dobbs v Jackson woman healths

Mississipi yang diwakili oleh Dobbs, berargumen bahwa konsitusi telah mengatur bahwa aborsi tidak dapat dilakukan dan negara bagian dapat secara bebas untuk melarang aborsi adalah sebuah Tindakan yang rasional dilandaskan dengan aturan pemerintah yang sah. Pemerintah Mississipi berlandaskan pada teks amandemen kesepuluh yang menyangkal kekuasaan negara bagian untuk dapat membuat keputusan mandiri, namun tidak mengatur secara khusus untuk membatasi aborsi.

Dobbs menambahkan bahwa kebebasan yang terdapat di Amandemen ke-empat belas hanya berimplikasi pada hak fundamental yang berakar kuat dalam sejarah dan tradisi. Lebih lanjut, Mississipi berargumen bahwa aborsi bukan merupakan hak fundamental sejak beberapa negara bagian pada saat amandemen ke empat belas melarang aborsi. Selanjutnya, Mississipi beranggapan bahwa kehidupan janin menghalangi suatu negara untuk melindungi kepentingannya dan terlalu sewenang-wenang atau subyektif.

Putusan Hakim

Hakim Alito, Hakim Thomas, Gorsuch, Kavanaugh, and Barrett dalam putusannya menjelaskan bahwa pertanyaan utamanya adalah bahwa Konstitusi telah dipahami secara utuh mengenai aturan tentang aborsi. Pengadilan pertama-tama mengakui bahwa dalam putusannya, Konsitusi tidak menyertakan referensi dalam putusannya dengan jelas. Lebih lanjut, Pengadilan menggaris bawahi bahwa aturan tentang aborsi tidak didasari atas dasar perbendaan klasifikasi gender.

Dari situ, Pengadilan menjelaskan mengenai aborsi tidaklah terakar kuat dalam sejarah dan tradisi Negara. Pengadilan memberikan kesimpulan bahwa Undang-undang hanya mengatur 2 tipe hak yakni substansif yang dijamin di Amandemen ke delapan dan Hak dasar yang fundamental. Pengadilan memberikan catatan sejarah mengenai aborsi di US yang menyatakan bahwa merupakan suatu Tindakan kejahatan pada saat itu berlaku aturan Amandemen ke empatbelas, ¾ negara bagian di US menyatakan bahwa aborsi merupakan suatu Tindakan kejahatan pada setiap tahap kehamilan.

Pengadilan juga mejeleaskan bahwa benar sampai dengan kasus Roe v Wade, kebebasan tidak dikenal dalam lingkup aborsi sebagai hak fundamental yang berakar kuat dalam Negara. Juga pengadilan mengatakan bahwa pada saat itu Roe mengabaikan atau salah dalam menyatakan sejarah ini.

Pengadilan menjelaskan bahwa “masyarakat di berbagai negara bagian” memiliki penilaian sendiri terhadap kepentingan antara “potensi kehidupan” dan “perempuan yang ingin melakukan aborsi” secara berbeda dari Pengadilan.  Pada akhirnya, Pengadilan menyimpulkan bahwa aborsi bukanlah bagian dari hak yang sudah mengakar secara luas – sehingga membenarkan premis ini “terbukti terlalu berlebihan.” Pengadilan mengatakan bahwa menghubungkan aborsi dengan hak otonomi atau untuk “mendefinisikan konsep keberadaan seseorang” juga akan memberikan hak-hak dasar untuk “penggunaan obat-obatan terlarang, [atau] prostitusi.”

Implikasi:

Karena aborsi tidak diberikan status sebagai hak fundamental, tinjauan berbasis rasional menjadi standar yang digunakan ketika melihat peraturan aborsi di negara bagian yang mengalami tantangan konstitusional. Pada dasarnya, negara dapat mengatur aborsi “untuk alasan yang sah” dan jika undang-undang tersebut ditentang berdasarkan Konstitusi, negara berhak atas “anggapan yang kuat mengenai keabsahannya.”

Putusan ini sebenarnya hanya membatalkan putusan sebelumnya pada kasus Roe v Wade yang mana aturan mengenai Aborsi dikembalikan kepada negara-negara bagian yang mengatur mengenai aborsi dikarenakan aborsi bukan merupakan hak fundamental yang diatur dibawah konstitusi.

Faktanya Aborsi sendiri di Indonesia dapat dilakukan dengan syarat-syarat dan kondisi tertentu, namun hal tersebut sangatlah terbatas karena membutuhkan peninjauan khusus dari dokter dan perizinan dari anggota keluarga.

Lalu apa alasan negara harus melarang aborsi?

Negara haruslah melindungi setiap orang karena hal tersebut melekat pada Hak Asasi Manusia. Perlindungan terhadap seseorang dimulai sejak ia lahir dan baru berakhir pada saat orang tersebut telah meninggal dunia. Terdapat pengecualian mengenai kapan seseorang dapat dinilai sebagai subjek hukum yang dapat dilindungi, terdapat di dalam Buku BW atau Kitab undang-undang hukum perdata dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa

  1. Anak yang ada dalam kandungan seseorang perempuan dianggap telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan anak menghendakinya
  2. Mati sewaktu dilahirkan, dianggap tidak pernah ada.

Selain itu secara medis aborsi yang dilakukan tidak dilengkapi dengan alat yang medis yang memadai dan tidak dilakukan oleh Tenaga medis yang tersertifikasi memiliki risiko seperti:

  • Perdarahan berat
  • Cedera pada rahim atau infeksi akibat aborsi yang tidak tuntas
  • Kemandulan
  • Kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya
  • Kondisi serviks yang tidak optimal akibat aborsi berkali-kali

Semua metode aborsi memiliki risiko atau komplikasi. Usia kehamilan turut berperan dalam menentukan tingkat risiko. Semakin tua usia kehamilan, semakin tinggi pula risiko dari tindakan aborsi yang dilakukan.

WHO mengkatagorikan aborsi yang tidak aman untuk dilakukan yakni:

  • Dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian medis dalam bidang aborsi secara memadai.
  • Dilakukan di tempat dengan fasilitas yang tidak cukup memenuhi persyaratan kebersihan.
  • Dilakukan menggunakan peralatan yang tidak sesuai.

Selain itu, aborsi berbahaya juga dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan atau menggunakan alat bantu tertentu tanpa pengawasan dokter.

Hukum memang tidak secara terang-terangan menyatakan bahwa perlindungan terhadap seseorang dimulai pada saat anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Dalam konvensi Hak-hak anak yang diselenggarakan di Genewa 11 Juni 2007 menyatakan bahwa Konvensi tersebut memberikan dukungan kuat untuk pengakuan HAM pada anak mulai dari anak yang belum lahir dan negara anggota berkewajiban untuk melindungi mereka. Namun dalam konvesi tersebut tidak secara eksplisit menentukan Batasan perlindungan untuk anak belum lahir apakah dimulai sejak konsepsi atau janin telah viable. Viable adalah keadaan bayi atau janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari ibunya. Dalam Kasus Roe v Wad MA US menyatakan bahwa vialiblity dianggap terjadi pada masa 28 minggu, namun dengan kemajuan teknologi yang maju dapat membantu bayi untuk dapat hidup diluar kandungan ibu meskipun baru sampai dengan 24 minggu.

Pada prinisipnya Dalam lafal sumpah dokter yang diatur di PP No. 26 Tahun 1960 terdapat satu butir yang memuat larangan bagi dokter untuk melakukan aborsi yang berbunyi “saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.  Namun Aborsi sendiri dapat dilakukan dengan ketentuan khusus dan dilakukan oleh profesional yaitu tenaga Kesehatan atau tenaga medis dengan ketentuan khusus yaitu berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, sesuai dengan pasal 75 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Dalam melakukan Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Dalam hal melakukan aborsi dalam pasal 76 mengatur hanya dapat dilakukan

  1. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Dalam Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan mengenai aborsi diatur lebih rinci dalam peraturan pemerintah nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi dalam Pasal 31 yang menyatakan bahwa Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau akibat perkosaan yang hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (hari) dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Indikasi darurat medis haruslah kehamilan yang mengancam nyawa dan Kesehatan ibu; dan/atau kehamilan yang mengancam nyawa dan Kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit Genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. Penilaian indikasi kedaruratan medis haruslah dlikaukan oleh tim kelayakan aborsi. Hal ini diatur dalam Pasal 32 dan 33.

Sedangkan indikasi perkosaan merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat dokter dan keterangan penyidik, psikolog dan/ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan. Penyelengaraan aborsi diatur dalam Pasal 35.

Dengan adanya pengecualian terhadap Tindakan aborsi yang dapat dilakukan maka perbuatan atau tindakan aborsi sendiri dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur. Ini menyebabkan adanya pemisahan Tindakan Abortus Provocatus itu sendiri yang mana apabila aborsi dilakukan dengan mengesampingkan ketentuan yang telah diatur dalam UU Kesehatan maka Tindakan tersebut merupakan Tindakan Abortus Provocatus Criminalis yaitu Tindakan pengguguran janin yang disengaja dengan cara melawan hukum.

Persoalannya saat ini adalah Kitab undang-undang Hukum Pidana kita tidak mengenal pembagian tentang Aborsi. Dalam KUHP sanksi Pidana bagi kejahatan aborsi dikenakan bagi semua jenis aborsi, termasuk aborsi yang dikecualikan dalam UU Kesehatan.

PASAL 299 KUHP menyatakan sebagai berikut:

(1)  Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

(2)  Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keu tungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juruobat, pidmmya dapat ditambah sepertiga

(3)  Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu.

PASAL 346 menyatakan sebagai berikut:

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 menyatakan sebagai berikut:

(1)  Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 menyatakan sebagai berikut:

(1)  Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

 Pasal 349 menyatakan sebagai berikut:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Dalam praktiknya petugas Kesehatan sangat berhati hati untuk melakukan aborsi dikarenakan khawatir perbuatannya dapat dikenakan pidana sehingga petugas Kesehatan lebih memilih untuk menunggu dan meminta persetujuan hakim terlebih dahulu untuk melegalkan aborsi yang mana proses tersebut memakan waktu yang lebih lama dari usia kehamilan sedangkan aborsi sendiri memiliki ketentuan masa janin, selain itu bagi perempuan yang sedang mengandung diluar kehamilan lebih memilih untuk melakukan aborsi secara illegal dikarenakan takut adanya stigma negatif dari masyarakat.

Dengan sulitnya menjalankan praktik aborsi yang legal dan kekhawatiran dikriminalisasinya tenaga Kesehatan karena telah dianggap melakukan Abortus Provocatus Criminalis semakin menutup jalan bagi seorang perempuan untuk melakukan aborsi yang legal dan memilih dengan cara aborsi yang illegal.

Seharusnya penegak hukum lebih memahami ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana aborsi dengan tidak tersedianya aborsi aman dan kondisi masyarakat serta meningkatkan perilaku seks pranikah dan seks bebas hal ini menjadi tidak sejalan dengan prinsip dan tujuan dari negara yaitu menjaga dan bertanggung jawab dengan seluruh masyarakat yang dikaitkan dengan HAM.

Ini jelas menjadi dilema bagi pemerintah, Dengan di batasinya Tindakan aborsi legal justru memperbanyak praktik medis yang melangsungkan aborsi yang illegal.

[1] https://www.law.cornell.edu/wex/dobbs_v._jackson_women%27s_health_organization_%282022%29

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x