Jika terdapat dua sertifikat otentik mana bukti hak yang paling kuat?

setkab.go.id

Berdasarkan Pasal 1 angka 20 PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah), Sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dalam satu bidang tanah seharusnya hanya terdaftar dalam satu sertifikat, namun pada praktik lapangannya dalam satu bidang tanah yang sama seringkali ditemukan lebih dari satu sertifikat atau sertifikat ganda yang mana keadaan tersebut menimbulkan sengketa hak milik atas tanah. Hal tersebut bisa saja terjadi dikarenakan adanya pendaftaran yang berulang atau terdapat pihak yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja untuk melakukan klaim atas tanah tersebut.

Namun bagaimana jika memang dalam sebidang tanah yang sama ditemukan dua sertifikat yang sama sama memiliki kekuatan hukum atau otentik? Sertifikat mana yang diakui legalitasnya?

Menurut pendapat Mahkamah Agung (MA) bila terdapat dua atau lebih sertifikat atas satu bidang tanah yang sama, maka sertifikat yang sah dan berkekuatan hukum adalah sertifikat yang diterbitkan lebih awal. Pendapat tersebut tertuang dalam putusan No. 976 K/Pdt/2015 (kasus Liem Teddy vs Kodam III/Siliwangi TNI Angkatan Darat) tanggal 27 November 2015. Mahkamah Agung memiliki pendapat sebagai berikut:

…bahwa dalam menilai keabsahan salah satu dari 2 (dua) bukti hak yang bersifat outentik maka berlaku kaedah bahwa sertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum…

Pendapat yang sama dipertegas kembali dalam putusan No. 290 K/Pdt/2016 (kasus Lisnawati vs Ivo La Bara, dkk.) tanggal 17 Mei 2016, dan putusan No. 143 PK/Pdt/2016 (kasus Ny. Rochadini, dkk. Vs Pintardjo Soeltan Sepoetro dan Ny Janda Mumahhaimawati) tanggal 19 Mei 2016. Dalam putusan tersebut MA menyatakan:

Bahwa jika timbul sertifikat hak ganda maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu

Pada tahun 2017, MA tetap konsisten dengan pendapat tersebut di atas. Hal ini terlihat dalam putusan MA No. 170 K/Pdt/2017 (Hamzah vs Harjanto Jasin, dkk.) tanggal 10 April 2017; Putusan No. 734PK/Pdt/2017 (Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kodam III/Siliwangi TNI Angkatan Darat) tanggal 19 Desember 2017; dan Putusan No. 1318 K/Pdt/2017 (Drs. Anak Agung Ngurah Jaya vs Anak Agung Putri dan A.A. Ngurah Made Narottama)tanggal 26 September 2017.

Dalam Pertimbangan hukum putusan No. 734PK/Pdt/2017 menyatakan:

Bahwa jika ditemukan adanya 2 akta otentik maka berlaku kaedah sertifikat yang terbit lebih dahulu adalah sah dan berkekuatan hukum Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1458 yang kemudian diperpanjang dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 46/Kelurahan Babakan Ciamis atas nama Turut Tergugat I (PT Propelat) yang kemudian oleh PT Propelat dijual kepada Termohon Peninjauan Kembali tanggal 11 Februari 1993, lebih dulu dapat Sertifikat Hak Pakai Nomor 18 yang terbit tanggal 11 November 1998.

Gugatan mengenai adanya sertifikat ganda juga harus menjadikan Kantor Pertanahan setempat sebagai Pihak Tergugat atau Turut Tergugat. Tidak ditariknya pihak Kantor Pertanahan sebagai pihak mengakibatkan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, oleh karena hal tersebut apabila gugatan dikabulkan dapat berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan. Hal ini ditegaskan dalam putusan MA No. 3029 K/Pdt/2016 tanggal 26 Januari 2017 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sekayu No. 14/Pdt.G/2015/PN.Sky tanggal 29 Desember 2015.

Dengan telah terdapatnya putusan-putusan tersebut diatas mengenai keadaan terdapatnya sertifikat ganda atas satu bidang tanah yang sama, maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu, telah menjadi yurisprudensi tetap.

Sumber: Yurispudensi Nomor 5/Yur/Pdt/2018

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x