
Pada dasarnya semua keluarga ingin memiliki kehidupan keluarga yang harmonis, bahagia dan kekal. Namun dalam perjanalananya, seperti musim yang dapat berubah-ubah, manusia juga memiliki peluang yang besar untuk dapat berubah dari karakter sampai dengan sikapnya. Seringkali dari perubahan itu juga pihak Suami atau Istri tidak dapat menerima keadaan dan kondisi rumah tangganya dan berujung dengan perceraian. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara Suami Istritidak akan dapat hidup rukun sebagai Suami Istri. Untuk melangsungkan perceraian pun harus dilakukan di depan Sidang pengadilan yang telah berusaha tetapi tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melangsungkan perceraian juga harus mengikuti peraturan perundangan itu sendiri, khususnya bagi seseorang yang memilki pekerjaan sebagai PNS, TNI dan POLRI.
Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara Suami-Istriberdasarkan keputusan Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Mengenai Pengadilan yang berwenang mengadili didasarkan dari agama yang dianut oleh Suami Istri. Ketentuan umum Perceraia tetap mengacu pada UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (bagi yang menganut agama Islam), PP Tahun 1990 Jo. PP No. 10 Tahun 1983, dan Ketentuan Khusus Perkawinan dan Perceraian bagi Anggota TNI/POLRI.
Dalam lingkungan TNI/POLRI persoalan perceraian mendapat perhatian khusus. Pasalnya, perceraian seorang TNI/POLRI dapat mempengaruhi performa yang bersangkutan di lapangan. “Keutuhan rumah tangga akan berpengaruh pada kinerja prajurit”.
PNS harus melaporkan kepada atasannya bahwa akan mengajukan permintaan izin perceraian. Apabila berkedudukan sebagai Penggugat, PNS mendapatkan surat izin untuk melakukan perceraian. Apabila berkedudukan sebagai Tergugat, PNS mendapatkan surat keterangan untuk melakukan perceraian. Apabila tidak, maka risiko yang harus dipertanggungjawabkan adalah PNS dapat dijatuhi hukuman diisplin tingkat berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, karena melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, dan Pasal 3 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Begitupula yang berlaku di lingkungan TNI dan POLRI apabila Gugatan/Permohonan Cerai diajukan oleh Anggota TNI/POLRI maka Persyaratan administrasi harus dilengkapi dengan Surat Izin untuk melakukan perceraian dari Atasan/Komandan yang bersangkutan, sebagaimana Surat Panglima TNI tanggal 20 September kepada Ketua MARI, tentang perceraian bagi anggota TNI dan Perkapolri 9/2020;
Dalam Pasal 19 Perkapolri No. 9/2010 mengatur bahwa setiap Pegawai Negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan Surat Permohonan Izin Cerai kepada Kasatker (Kepala Satuan Kerja). Pelanggaran terhadap Perkapolri No.9/2010 termasuk melakukan perceraian tanpa seizin atasan maka akan dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 33 Perkapolri No. 9/2010);
Apabila Permohon/Gugatan Cerai belum dilengkapi dengan Surat Izin, Majelis Hakim dapat menunda persidangan dan memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk mengurus/menyelesaikan izin tersebut ke Atasan/Komandannya. Penundaan persidangan maksimal 6 bulan (Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Petunjuk Pelaksanaan PP Nomor 10 Tahun 1983;
Apabila penundaan telah berjalan 6 bulan, namun yang bersangkutan belum memperoleh izin dari Atasan/Komandannya, dan yang bersangkutan tetap ingin melanjutkan Perceraiannya tanpa Surat Izin dari Atasan/Komandannya, maka hakim diharuskan memberi peringatan kepada yang bersangkutan merujuk PP No.10 Tahun 1983 yang memuat sanksi-sanksi pemberhentian sebagai PNS (Jika PNS) dan Panglima dapat menindak lanjut prajurit yang bersangkutan (Jika TNI). Bila usaha ini telah dilakukan maka perkara dapat dilanjutkan pemeriksaannya sehingga sidang tetap dapat dilanjutkan walaupun PNS atau prajurit TNI tanpa mengantongi izin dari atasannya
Berdasarkan SE BAKN Nomor 08/SE/1983 syarat bagi PNS untuk melakukan perceraian adalah:
- Salah satu pihak berbuat zina yang dibuktikan dengan Putusan Pengadilan, surat pernyataan sekurang-kurangnya 2 saksi yang telah dewasa yag melihat perzinaan tersebut yang diketahi camat atau perianaan diketahui oleh salah satu pihak Suami Istridengan tertangkap tangn.
- Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sulit disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/ kemauannya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/ Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat;
- Salah satu pihak mendapat hukuman pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung. Hal ini dibuktikan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/ Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat; dan
- Antara Suami Istriterus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga.
Lebih lanjut, jika Gugatan/permohonan diajukan oleh Suami/Istri yang bukan PNS dan Anggota TNI/POLR), maka:
- Suami/Istri tersebut harus melaporkan keadaan rumah tangganya kepada Atasan/Komandan Suami dengan rencana Gugatan perceraiannya tersebut;
- Jika Perkara sudah terdaftar, sementara Majelis Hakim telah mengetahui bahwa Tergugatnya (Suaminya) itu adalah anggota TNI/POLRI, maka hakim memerintahkan kepada Penggugat untuk melaporkan hal tersebut, sesuai maksud huruf (a) di atas;
Setelah seluruh proses Perceraian telah usai dan berkekuatan hukum tetap, PNS wajib melaporkan perceraianya secara hierarki selambat-lambatnya 1 (satu) bulan, terhitung mulai tanggal perceraian tersebut dan apabila PNS tidak melaporkan perceraiannya, maka juga dapat dijatuhi hukuman diisplin tingkat berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.