
Seperti yang telah kita ketahui bahwa AI sudah merambat ke setiap bidang industri dan profesi. Sama halnya seperti revolusi pada industri yang saat ini sebagian besar sudah menggantikan tenaga manusia dan berubah menjadi mesin hidrolik dan mesin diesel, saat ini AI mengubah dari sisi pekerjaan mental ataupun kepintaran.
Berkaitan dengan dunia profesi hukum AI juga sudah mulai merambat ke Dunia profesi hukum, meskipun perubahannya tidak menjadi yang tercepat namun sedikit demi sedikit AI sudah mulai masuk dan bahkan sudah digunakan di dunia profesi hukum. Di Indonesia sendiri Law Firm Allen & Overy (A&O) sudah mengklaim sebagai firma hukum pertama yang menggunakan generative AI yang berbasis pada model OpenAI GPT yang disebut ‘Harvey’ sedang di Amerika Serikat terdapat AI robot milik perusahaan DoNotPay yang menjadi penasihat hukum bagi terdakwa di persidangan.
Perusahaan DoNotPay telah berdiri sejak tahun 2015 di California yang didirikan oleh Joshua Browder. Pada mulanya DoNotPay hadir untuk memberikan nasihat hukum bagi konsumen yang berhadapan dengan denda, biaya, keterlambatan, dan tiket parkir yang kemudian perusahaan ini beralih pada tahun 2020 ke AI. Tujuan utama pembentukan robot ini adalah untuk menggantikan advokat sekaligus menghemat uang terdakwa yang seharusnya dikeluarkan untuk mendapatkan jasa hukum.
Dalam website resminya, DoNotPay menyediakan jasa untuk melawan korporasi, memudahkan birokrasi mencari peluang keuntungan dan menggugat siapapun.
Potensi keuntungan yang diberikan oleh AI sangatlah nyata, AI dapat meningkatkan produktivitas pekerjaan Advokat dan meminimalisir kesalahan yang dapat terjadi karena kelalaian. AI dinilai juga dapat membantu mempercepat proses dan prosedur pada proses hukum pada umumnya, mempermudah riset dan membuat keputusan. Namun, AI masih dinilai belum siap untuk menggantikan posisi manusia dalam hal pertimbangan dan memutuskan sesuatu dalam profesi hukum. Hal ini juga disampaikan oleh CEO DoNotPay, ia menyatakan bahwa ChatGPT sangat bagus dalam memulai percakapan, tetapi sangat buruk dalam mengetahui hukum. Kami harus melatih kembali AI ini untuk mengetahui hukum. AI adalah siswa sekolah menengah dan kami mengirimnya ke Fakultas Hukum.
Risiko yang dapat terjadi adalah biasnya data yang dimiliki atau tersimpan dalam sistem AI, dan ketidakmampuan untuk memahami kompleksitas permasalahan hukum yang terjadi dalam hal untuk memahami keadaan sosial di kehidupan manusia.
Advokat dewasa ini sudah banyak yang menggunakan AI, khususnya Machine Learning (ML), untuk mereview kontrak lebih cepat dan konsisten, mencari sebuah permasalahan dan kesalahan yang mungkin dapat dilakukan oleh manusia. Startup seperti Lawgeex menyediakan servis untuk dapat mereview lebih cepat dan dalam hal tertentu dapat lebih akurat dibandingkan dengan manusia.
Dalam area lain saat ini AI sudah dapat digunakan untuk mengumpulkan sumber riset hukum. Dalam menjalankan profesi advokat tidak perlu khawatir dalam hal ini karena sebetulnya hal ini sudah banyak dilakukan di bidang pekerjaan ini. Salah satu yang menyediakan jasa seperti ini adalah Westlaw Edge yang diluncurkan oleh Thomas Reuters sejak lebih dari tiga tahun yang lalu.
Namun apakah AI sudah siap untuk digunakan dalam hal praktik hukum?
Dengan hadirnya AI menimbulkan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan profesi hukum:
- Apakah dengan kesalahan yang dibuat oleh AI terhadap pekerjaannya dapat dikategorikan sebagai malpraktik?
- Apakah diperbolehkan seorang terdakwa pidana menggunakan AI untuk dengan tujuan mencari cara atau celah agar dapat meringankan dakwaan terhadapnya?
- Apakah advokat diperbolehkan untuk membuka rahasia klien untuk diserahkan ke AI untuk dapat gunakan sebagai bahan riset AI? Apakah hal tersebut melanggar kerahasiaan klien?
- Apakah transparansi dari ML sudah dapat dipercaya yang mana hal tersebut juga berisiko dikarenakan rahasia tersebut dapat saja sewaktu waktu digunakan atau ditampilkan ke user lain yang memiliki persoalan yang sama?
- Sejauh apa kita percaya dengan AI bahwa tidak akan ada bias, sexis dan rasisme dari setiap pendapat yang diberikan oleh AI?
Dengan kemampuan yang dimiliki AI jelas mempercepat pekerjaan dan mengurangi kemungkinan kesalahan atau kelalaian. AI sangat diterima dan dibutuhkan oleh dunia hukum. AI mungkin dapat lebih efisien dengan pekerjaan yang berhubungan dengan proses atau pencarian dokumen hukum khususnya di birokrasi hukum sipil karena dapat jauh lebih efisien dibandingkan dengan cara yang konvensional.
AI dapat menjadi suatu persoalan apabila digunakan untuk menggantikan peran manusia untuk mengadili yang mana dibutuhkan banyak sekali pertimbangan untuk memutuskan sesuatu khususnya dalam perkara pidana. AI belum siap untuk dihadapkan dengan beberapa persoalan. Dengan biasnya program AI dapat mempengaruhi masa depan hukum yang dihasilkan oleh ML.
Di Indonesia sendiri belum terdapat regulasi jelas yang membahas khusus mengenai ChatGPT atau AI ini, sehingga apabila AI menimbulkan tindak pidana siapakah yang akan bertanggung jawab? Kita memiliki Asas tidak ada pidana tanpa kesalahan, karenanya peraturan perundang-undangan perlu merespons dengan mengatur khusus mengenai AI.
Sumber: https://businesslawtoday.org/2022/02/how-ai-is-reshaping-legal-profession/