Apakah pemutusan perjanjian secara sepihak merupakan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum?

Seringkali ditemui dalam jalannya sebuah perjanjian salah satu pihak membatalkan perjanjian secara sepihak meskipun perjanjian tersebut belum sepenuhnya selesai Alasannyapun beragam dan tidak ada itikad baik dari pihak yang membatalkan perjanjiannya. Perjanjian oleh Para Pihak dibuat dengan kesepakatan, maka jika memang perjanjian harus dibatalkan maka pembatalan tersebut seharunya juga dibuat dengan kesepakatan.

Segala kewajiban maupun Hak yang terdapat dalam Perjanjian meskpun sudah berjalan dan menyisakan hanya beberapa kewajiban, tetaplah harus diselesaikan secara tuntas dan apabila dalam berjalannya perjanjian kenyataannya tidak seperti yang telah direncankan sebelumnya oleh Para Pihak maka tetap harus dijalankan sesuai dengan kesepakatan yang telah tertuang dalam Perjanjian maka seyogya nya dibicarakan Kembali oleh para pihak bukan dibatalkan secara sepihak.

Kasus tersebut banyak menjadi pertanyaan dikalangan pebisnis dan praktisi hukum, apakah kasus pembatalan perjanjian sepihak masuk kedalam kategori perbuatan wanprestasi atau melawan hukum?

Dalam Pasal 1338 ayat (1) Kuhper menyatakan

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Kita dapat melihat bahwa dengan adanya perjanjian yang telah dibuat secara sah maka perjanjian tersebut mengikat para pihak, berlaku sebagai undang undang dan para pihak wajib untuk memenuhi segala kewajiban dan berhak atas segala hak yang diatur dalam perjanjian itu. Namun dengan catatan bahwa perjanjian tersebut haruslah sah barulah memiliki daya mengikat bagi para pihak.

Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat (2) Kuhper mengatakan

 “Suatu perjanjian tidak bisa ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Dari pasal tersebut kita dapat mengetahui bahwa perjanjian bisa ditarik kembali atas sepakat kedua belah pihak.

Dari pasal 1338 Kuhper kita dapat memahami bahwa perjanjian sah menjadi undang-undang yang mengikat bagi para pihak, dari perjanjian yang sah juga perjanjian tersebut dapat ditarik Kembali dengan syarat para pihak telah menyepakatinya. Disini kita bisa melihat bahwa diperlukan kesepakatan oleh para pihak apabila perjanjian ingin ditarik Kembali.

Mahkamah Agung memiliki pendapat yang konsisten terkait persoalan ini. MA berpendapat bahwa jika salah satu pihak yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, maka pihak yang telah membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pendapat MA ini tercantum dalam putusan Nomor 1051 K/Pdt/2014 (PT. Chuhatsu Indonesia vs PT. Tenang Jaya Sejahtera) tanggal 12 November 2014, Dalam putusan tersebut, MA berpendapat:

Bahwa perbuatan Tergugat/Pemohon Kasasi yang telah membatalkan perjanjian yang dibuatnya dengan Penggugat/Termohon Kasasi secara sepihak tersebut dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain denga kesepakatan kedua belahpihak.

Putusan ini kemudian diperkuat pada putusan Peninjauan Kembali nomor 580 PK/Pdt/2015.. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menegaskan bahwa penghentianperjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum:

Bahwa penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu Tergugat harus membayar kerugian yang dialami Penggugat;

Sikap hukum MA tersebut dipertegaskan kembali melalui putusan nomor 28 K/Pdt/2016 (Dicky Rahmat Widodo vs Rista Saragihdan Hotman Sinaga) tanggal 17 November 2016. Dalamputusan ini Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa sesuai fakta persidangan terbukti Penggugat adalah pelaksana proyek sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja yang diterbitkan oleh Tergugat I, proyek mana dihentikan secara sepihak oleh Para Tergugat, sehingga benar para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

Sikap hukum sebagaimana di atas, di mana MA berpan dangan bahwa Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum, telah menjadi yurisprudensi tetap di Mahkamah Agung.

Dengan konsistennya pendapat dan putusan Mahkamah Agung yang melihat kasus ini sebagai Perbuatan melawan hukum kita dapat mengeathui bahwa benar pembatalan perjanjian secata sepihak telah melanggat pasal 1338 ayat (2) Kuhper dan dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.[1]

[1] Yurispudensi Mahkamah Agung nomor katalog 4/Yur/Pdt/2018

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x