
Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa yang terjadi antar Para Pihak yang dapat dilakukan sebelum dilakukannya proses Gugatan di Pengadilan. Mediasi dinilai dapat menjadi suatu langkah penyelesaian sengketa yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan untuk kedua belah Pihak.
Mediasi juga menjadi salah satu langkah yang ditempuh oleh Mahkamah Agung RI, yang mana dengan diwajibkannya Mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara, sehingga hal ini juga berpengaruh pada banyaknya perkara yang diperiksa oleh Majelis Hakim.
Dengan diberlakukan Mediasi yang mana seluruh keputusannya diambil dan diputuskan oleh Para Pihak maka dapat memperluas akses bagi Para Pihak untuk memperoleh rasa keadilan yang sama dikarenkan tujuan utama dari Mediasi adalah untuk berunding dalam hal mencari suatu kesepakatan/win-win solution. Ini tentu menjadi perbedaan besar jika dibandingkan dengan proses Litigasi di Pengadilan yang mana dalam prosesnya adalah untuk mencari pihak yang salah dan yang benar dan perlu melalui proses pembuktian yang panjang, namun tidak dengan Mediasi.
Oleh karena diberlakukannya proses Mediasi ke dalam sistem peradilan formal, dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi Lembaga Peradilan dalam penyelesaian Sengketa dan juga bagi masyarakat pencari keadilan. Para Pihak yang bersengketa dapat terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian atas sengketa mereka melalui pendekatan musyawarah mufakat yang dibantu oleh Mediator. Mediasi merupakan instrumen implementasi Asas penyelenggaraan Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Berbiaya ringan;
Mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016, yang mana pengertian dari Mediasi sendiri adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.[1] Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.[2]
Ketentuan mengenai prosedur mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama. Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi di Pengadilan.
Semua sengketa perdata pada umumnya yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi dan atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu Mediasi awal.
Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi adalah
a. sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
- sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
- sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
- keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
- keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
- permohonan pembatalan putusan arbitrase;
- keberatan atas putusan Komisi Informasi;
- penyelesaian perselisihan partai politik;
- sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
- sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c. gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
d. sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.
Proses mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali para pihak menghendaki lain. Perihal Mediasi yang tidak dilaksanakan secara langsung pertemuan mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.
Para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Ketidakhadiran para pihak secara langsung dalam proses mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah. Alasan sah tersebut meliputi kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampunan; mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan tugas Negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Dalam Proses Mediasi Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. Jika tidak beriktikad baik, maka gugatannya menjadi tidak dapat diterima. Dalam Pasal 7 ayat 2 menguraikan hal atau keadaan dimana salah satu atau kedua pihak berperkara dinyatakan tidak beriktikad baik, yakni:
- Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
- Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
- Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
- Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain; dan/atau
- Tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Mengenai Biaya dalam proses Mediasi. Biaya mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya pemanggilan para pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses mediasi.
Komponen biaya mediasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Jasa mediator
- Untuk Jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya;
- Biaya jasa mediator non-hakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak.
2. Biaya pemanggilan para pihak
- Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan terlebih dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara;
- Biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud tersebut di atas ditambahkan pada perhitungan biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri sidang;
- Dalam hal para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian, biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud tersebut diatas ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan para pihak;
- Dalam hal mediasi tidak dapat dilaksanakan atau tidak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dibebankan kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian di lingkungan Peradilan Agama.
3. Biaya lain-lain di luar biaya jasa mediator dan biaya pemanggilan para pihak sebagaimana dimaksud di atas dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
Penyelenggaraan Mediasi dilaksanakan ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain di luar Pengadilan yang netral dan disepakati oleh para pihak. Untuk Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang menyelenggarakan Mediasi di luar pengadilan. Mediator non-hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi di Pengadilan dan penggunaan ruang mediasi pengadilan untuk mediasi tidak dikenakan biaya. Dalam prosesnya Materi perundingan dalam Mediasi tidak terbatas pada posita dan petitum gugatan.
Proses mediasi secara garis besar memiliki 3 (tiga) tahapan yakni:
- Tahap pramediasi;
Merupakan tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi dimulai. Pada tahap ini, mediaor melakukan beberapa langkah strategis, yaitu membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengkoordinasikan para pihak yang bersengketa, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan tujuan, para pihak, serta waktu dan tempat pertemuan, dan menciptakan situasi kondusif bagi kedua belah pihak.
- Tahap pelaksanaan mediasi
Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana para pihak yang bersengketa bertemu dan berunding dalam suatu forum. Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah penting, yaitu sambutan dan pendahuluan oleh mediator, presentasi dan pemaparan kondisi-kondisi faktual yang dialami para pihak, mengurutkan dan mengidentifikasi secara tepat permasalahan para pihak, diskusi (negosiasi) masalah-masalah yang disepakati, mencapai alternatif-alternatif penyelesaian, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan, dan penutup mediasi.
- Tahap akhir implementasi mediasi
Tahap ini merupakan tahap dimana para pihak menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. Pelaksanaan (implementasi) mediasi umumnya dijalankan oleh para pihak sendiri, tetapi pada beberapa kasus, pelaksanaannya dibantu oleh pihak lain.
Hasil Mediasi dalam Pengadilan dapat berupa:
- Mediasi tidak mencapai kesepakatan;
- Mediasi mecapai kesepakatan;
- Mediasi mencapai kesepakatan Sebagian;
- Mediasi tidak dapat dilangsungkan.
[1] PERMA no. 1 tahun 2016 Pasal 1 angka 1
[2] PERMA no. 1 tahun 2016 Pasal 1 angka 2